Senin, 18 Oktober 2010

Bahan Bakar Alternatif, dari minyak sawit hingga etanol

Bahan Bakar Alternatif, dari minyak sawit hingga etanol

Ada tiga pengurangan yang menjadi objektif inovasi kendaraan bermotor. Pertama adalah pengurangan ketergantungan pada bahan bakar berbasis fosil (bahan bakar minyak), kedua pengurangan konsumsi bahan bakarnya, dan ketiga pengurangan emisi gas buang yang dihasilkannya. Inovasi yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut diantaranya adalah inovasi pada teknologi mesin dan propulsi serta penggunaan bahan bakar alternatif yang lebih ramah lingkungan.
Pabrikan mobil Jepang terutama Toyota menjadi techology leader dalam inovasi teknologi mesin dan propulsi dengan teknologi hybrid engine-nya. Pabrikan mobil Amerika Serikat kelihatannya lebih berkonsentrasi pada riset fuel cell engine, sedangkan pabrikan Eropa fokus pada penggunaan mesin Diesel canggih yang ramah lingkungan.
Inovasi penggunaan bahan bakar alternatif yang lebih ramah lingkungan juga sedang digiatkan oleh beberapa negara yang selama ini menjadi konsumen utama bahan bakar minyak. Sampai saat ini, riset dan publikasi bahan bakar alternatif terutama banyak ditujukan untuk mesin Diesel (compression ignition engine).
Konsep penggunaan bahan bakar alternatif bukanlah sama sekali baru. Pada tahap awal pengembangannya, prototype mesin diesel dirancang untuk menggunakan bahan bakar yang berasal dari minyak nabati. Bahkan, kendaraan yang dirancang pertama kali oleh Henry Ford bekerja dengan bahan bakar etanol. Murah dan melimpahnya bahan bakar minyak di awal abad ke-20 menyebabkan bahan bakar non minyak mendapat status “alternatif”. Tapi beberapa tahun terakhir, kepentingan untuk mengurangi tekanan atas lingkungan dan kekhawatiran atas menipisnya cadangan minyak bumi, membuat kemungkinan penggunaan bahan bakar alternatif mendapat perhatian kembali.
Hal yang membuatnya mendapat perhatian kembali adalah karena tidak seperti bahan bakar minyak, bahan bakar alternatif berasal dari sumber yang dapat diperbaharui dan sudah tersedia (renewable and readily available resources). Sumber bahan bakar alternatif (BBA) melimpah mulai dari batang tebu, minyak jarak hingga kelapa sawit. Penggunaan BBA juga mengurangi tekanan terhadap lingkungan hidup karena sedikit mengotori udara. Sayangnya ongkos produksi yang masih tinggi menyebabkan nilai ekonomis BBA masih di bawah BBM.
Biodiesel
Hingga saat ini setidaknya terdapat empat BBA yang dapat digunakan pada mesin diesel yaitu biodiesel, e-diesel, water-in-diesel emulsion, dan gas-to-liquid diesel fuel. Dari keempat BBA tersebut, biodiesel merupakan yang paling populer saat ini karena kelimpahruahan bahan bakunya.
Biodiesel merupakan campuran bahan bakar diesel (minyak solar) dengan metil ester yang diperoleh dari minyak nabati. Melalui proses transesterification, asam lemak yang berasal dari minyak sawit, minyak jarak, kedelai, biji bunga matahari, maupun jelantah diubah menjadi metil ester. Metil ester ini kemudian dicampur (blend) dengan minyak solar biasa (dalam komposisi tertentu) menjadi Biodiesel. Secara teori, produk transesterification dapat langsung digunakan hingga 100% (dikenal sebagai B100). Sampai saat ini yang umum digunakan adalah B5 hingga B20. Pemerintah Brazil telah mencanangkan penggunaan biodiesel (bahan baku utamanya adalah minyak jarak dan biji bunga matahari) untuk transportasi pada tahun 2005 dengan harapan mendapatkan perbaikan kualitas udara perkotaan, menciptakan lapangan kerja baru di bidang pertanian sehingga secara tidak langsung mengurangi tingkat kemiskinan. Thailand juga telah memasukan penggunaan biodiesel dalam energy saving plan mereka di tahun 2011. Sedangkan di Indonesia, sebagaimana dirilis oleh Kompas, BPPT telah merintis penggunaan biodiesel untuk kendaraan bermotor pada September 2005 sebagai bagian dari Landmark Energy 2020.
Selain kelimpahruahan bahan baku, keuntungan lain yang didapat dari penggunaan biodiesel dalam transportasi adalah sifat pelumasannya yang lebih baik sehingga mengurangi tingkat keausan pada komponen injeksi bahan bakar. Nilai setana (cetane number) yang lebih tinggi juga meningkatkan kualitas pembakarannya diatmbah dengan gas buang yang lebih bersih (particulate matter rendah). Sedangkan nilai minusnya selain ongkos produksinya yang tinggi adalah adanya sedikit peningkatan NOx, pengurangan tenaga mesin (power loss), stabilitas yang rendah (sehingga mengurangi masa simpan dan masa pakai) serta kemampuan alir pada temperatur rendah (cold flow properties) yang buruk. Ketidakstabilan dan cold flow properties yang buruk dapat dikurangi dengan penambahan beberapa zat aditif.

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar